Banyak kalangan menengara, bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 tak diminati masyarakat. Meski masih berupa prediksi, akan tetapi patut diapresiasi. Oleh karena, berbagai pernyataan skeptis itu dilontarkan oleh para pengamat dan pakar politik yang tentu mempunyai dasar yang kuat dalam menganalisa perkembangan perpolitikan nasional. Dan tentunya, semua ungkapan itu dalam rangka mendorong proses keberlangsungan demokrasi melalui hajat akbar, yakni Pemilu bisa berjalan lebih baik lagi. Berkaca pada Pemilu 2009 yang dianggap sarat persoalan.
Pemilu sesungguhnya adalah sarana mengartikulasi kedaulatan rakyat, dimana rakyat memberikan mandatorinya kepada keterwakilan demokratiknya. Baik melalui Legislatif (DPR, DPD, DPRD) serta Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung. Oleh karena itu, Pemilu merupakan sebuah peletakan dasar keterwakilan demokratik sebagai pondasi yang kokoh untuk keberlangsungan hidup dan tatanan sebuah negara. Melalui Pemilu, bangsa dan negara ini ke depan akan dinahkodai oleh para keterwakilan demokratik itu. Dan apa jadinya, jika mandatori rakyat itu, kemudian diberikan pada para mandataris yang tidak sesuai dengan harapan rakyat?
Menurut hemat saya, keberhasilan Pemilu 2014 mendatang bukan hanya keberhasilan Partai Politik yang mendudukkan para politisinya di kursi-kursi Legislatif. Bukan pula karena penyelenggara Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota) yang menjadi motor pelaksanaan di lapangan. Akan tetapi, daya dukung semua stakeholders yang solid, dan memahami benar betapa pentingnya bangsa dan negara ini kelak dikemudikan oleh para pemimpin yang terpilih.
Paling tidak ada 4 (empat) hal keberhasilan penyelenggaraan pemilu 2014 mendatang. Pertama, Kualitas Penyelenggara Pemilu, dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen, jujur dan adil. Oleh karena itu, diperlukan anggota KPU (Propinsi, Kabupaten/Kota) yang profesional, tidak mudah diintervensi dan mandiri. Beban tugas KPU memang cukup berat. Disamping menentukan peserta pemilu (parpol, calon anggota legislatif, Presiden dan Wapres), daftar pemilih dan juga menjalankan tahapan-tahapan proses pemilu, mulai dari penjadwalan sampai penghitungan suara. Dan tak kalah pentingnya adalah peran PPK, PPS dan KPPS, sebagai ujung tombak dari proses berlangsungnya Pemilu. Mereka inilah sesungguhnya merupakan urat nadi keberhasilan penyelenggaraan pemilu di tingkat teknis pelaksanaan. Oleh karena itu, dibutuhkan petugas-petugas yang punya integritas dan moralitas tinggi, karena pada tingkat PPK, PPS dan KPPS inilah rawan terjadi penyimpangan. Sementara, KPU masih dibebani tugas untuk menyosialisasikan semua tahapan pemilu kepada masyarakat. Termasuk mengajak masyarakat untuk datang ke TPS-TPS di hari H pemilihan, di tengah apatisme masyarakat terhadap proses Pemilu.
Kedua, Kualitas Peserta Pemilu, dalam hal ini adalah Partai Politik, yang menawarkan kader-kader terbaiknya, dengan moralitas dan kapabilitas yang cukup untuk menjadi anggota legislatif. Sehingga, masyarakat bisa memilih mana yang sesuai dengan hati nuraninya. Sementara, dalam proses rekrutmen calon anggota legislatif, para partai politik tidak pernah transparan. Uji publik tak pernah dilakukan oleh parpol sebelum sang calon ditetapkan oleh partai sebagai calon resminya. Sehingga, masyarakat tetap saja ditawari "kucing dalam karung". Sementara uji publik hanya diumumkan oleh KPU melalui Daftar Calon Sementara. Sedangkan proses selanjutnya, tetap menjadi hak prerogatif parpol dalam menentukan rekrutmen politiknya.
Setali tiga uang, proses rekrutmen pencalonan Presiden dan Wakil Presiden juga masih melalui Partai Politik. Amandemen UUD 45 masih menyatakan hal itu. Sementara, Parpol masih menerapkan sistem rekrutmen tertutup. Artinya, tidak mau membuka diri dalam proses pencalonan. Hanya Ketua Partai saja yang bisa dan dianggap mumpuni untuk menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden.
Bandingkan dengan proses pencalonan di Amerika Serikat. Bahwa calon Presiden benar-benar berangkat dari grassroot dan track record kerja-kerja sosial, dan politik selama ini. Barack Obama, misalnya, berkecimpung langsung pada kerja-kerja sosial untuk kalangan menengah bawah. Sehingga, Obama paham betul apa yang dirasakan dan dibutuhkan masyarakat Amerika Serikat. Disamping itu, ia menawarkan gagasan-gagasannya yang brilian untuk menahkodai AS ke depan. Beberapa gagasan itu telah pula dibukukan, dirilis di website dan disebarluaskan sampai penjuru AS. Sementara, sebaliknya di Indonesia, para calon Presiden berlomba-lomba menjadi selebriti, agar popularitasnya meningkat, sementara masyarakat tak pernah tahu apa gagasan-gagasan cemerlangnya untuk mengemudikan negara ini ke depan. Banyak calon yang tiba-tiba saja muncul, sementara kerja-kerja sosial, budaya dan politiknya belum dirasakan oleh masyarakat secara riil.
Ketiga, Kualitas Pengawas Pemilu, yang benar-benar menjalankan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan Pemilu. Sehingga tercipta kondisi yang benar-benar jujur dan adil. Oleh karena itu, fungsi tersebut tidak saja merupakan tugas para Panwas Pemilu di berbagai tingkatan sampai ke Kecamatan, atau para pemantau pemilu, akan tetapi juga melekat sebagai tanggungjawab bersama anak bangsa dalam menekan berbagai kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.
Keempat, Kualitas Partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pemilu mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hasil-hasil Pemilu nantinya. Jika tingkat partisipasi masyarakat tinggi, maka legitimasi hasil pemilu akan tinggi. Tugas memberikan pemahaman bahwa Pemilu merupakan hak warga negara dalam menentukan keterwakilan demokratiknya, menentukan keberlangsungan tatanan negara ini di masa depan, bukan hanya tugas KPU saja. Namun juga merupakan tugas seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, peran ormas-ormas sosial kemasyaratan dan keagamaan (NU, Muhammadiyah dan lain-lain), Generasi Muda (KNPI, Karangtaruna dan lain-lain), Birokrasi sampai yang paling bawah, Partai Politik, dan tak luput para Calon Anggota Legislatif mempunyai tugas yang sama.
Senyampang, Pemilu 2014 sudah kian menghampiri, tentu masih banyak persoalan yang dihadapi bangsa ini ke depan. Sudah sepantasnya semua elemen masyarakat, tidak menonjolkan egoismenya masing-masing. Upaya-upaya untuk menyukseskan Pemilu 2014 perlu dibangun dan ditata. Dan biarlah nanti masyarakat yang menakar kualitas Pemilu 2014. Apakah akan menjadi lebih baik? Wallahu'alam bissawab!
Pemilu sesungguhnya adalah sarana mengartikulasi kedaulatan rakyat, dimana rakyat memberikan mandatorinya kepada keterwakilan demokratiknya. Baik melalui Legislatif (DPR, DPD, DPRD) serta Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung. Oleh karena itu, Pemilu merupakan sebuah peletakan dasar keterwakilan demokratik sebagai pondasi yang kokoh untuk keberlangsungan hidup dan tatanan sebuah negara. Melalui Pemilu, bangsa dan negara ini ke depan akan dinahkodai oleh para keterwakilan demokratik itu. Dan apa jadinya, jika mandatori rakyat itu, kemudian diberikan pada para mandataris yang tidak sesuai dengan harapan rakyat?
Menurut hemat saya, keberhasilan Pemilu 2014 mendatang bukan hanya keberhasilan Partai Politik yang mendudukkan para politisinya di kursi-kursi Legislatif. Bukan pula karena penyelenggara Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota) yang menjadi motor pelaksanaan di lapangan. Akan tetapi, daya dukung semua stakeholders yang solid, dan memahami benar betapa pentingnya bangsa dan negara ini kelak dikemudikan oleh para pemimpin yang terpilih.
Paling tidak ada 4 (empat) hal keberhasilan penyelenggaraan pemilu 2014 mendatang. Pertama, Kualitas Penyelenggara Pemilu, dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen, jujur dan adil. Oleh karena itu, diperlukan anggota KPU (Propinsi, Kabupaten/Kota) yang profesional, tidak mudah diintervensi dan mandiri. Beban tugas KPU memang cukup berat. Disamping menentukan peserta pemilu (parpol, calon anggota legislatif, Presiden dan Wapres), daftar pemilih dan juga menjalankan tahapan-tahapan proses pemilu, mulai dari penjadwalan sampai penghitungan suara. Dan tak kalah pentingnya adalah peran PPK, PPS dan KPPS, sebagai ujung tombak dari proses berlangsungnya Pemilu. Mereka inilah sesungguhnya merupakan urat nadi keberhasilan penyelenggaraan pemilu di tingkat teknis pelaksanaan. Oleh karena itu, dibutuhkan petugas-petugas yang punya integritas dan moralitas tinggi, karena pada tingkat PPK, PPS dan KPPS inilah rawan terjadi penyimpangan. Sementara, KPU masih dibebani tugas untuk menyosialisasikan semua tahapan pemilu kepada masyarakat. Termasuk mengajak masyarakat untuk datang ke TPS-TPS di hari H pemilihan, di tengah apatisme masyarakat terhadap proses Pemilu.
Kedua, Kualitas Peserta Pemilu, dalam hal ini adalah Partai Politik, yang menawarkan kader-kader terbaiknya, dengan moralitas dan kapabilitas yang cukup untuk menjadi anggota legislatif. Sehingga, masyarakat bisa memilih mana yang sesuai dengan hati nuraninya. Sementara, dalam proses rekrutmen calon anggota legislatif, para partai politik tidak pernah transparan. Uji publik tak pernah dilakukan oleh parpol sebelum sang calon ditetapkan oleh partai sebagai calon resminya. Sehingga, masyarakat tetap saja ditawari "kucing dalam karung". Sementara uji publik hanya diumumkan oleh KPU melalui Daftar Calon Sementara. Sedangkan proses selanjutnya, tetap menjadi hak prerogatif parpol dalam menentukan rekrutmen politiknya.
Setali tiga uang, proses rekrutmen pencalonan Presiden dan Wakil Presiden juga masih melalui Partai Politik. Amandemen UUD 45 masih menyatakan hal itu. Sementara, Parpol masih menerapkan sistem rekrutmen tertutup. Artinya, tidak mau membuka diri dalam proses pencalonan. Hanya Ketua Partai saja yang bisa dan dianggap mumpuni untuk menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden.
Bandingkan dengan proses pencalonan di Amerika Serikat. Bahwa calon Presiden benar-benar berangkat dari grassroot dan track record kerja-kerja sosial, dan politik selama ini. Barack Obama, misalnya, berkecimpung langsung pada kerja-kerja sosial untuk kalangan menengah bawah. Sehingga, Obama paham betul apa yang dirasakan dan dibutuhkan masyarakat Amerika Serikat. Disamping itu, ia menawarkan gagasan-gagasannya yang brilian untuk menahkodai AS ke depan. Beberapa gagasan itu telah pula dibukukan, dirilis di website dan disebarluaskan sampai penjuru AS. Sementara, sebaliknya di Indonesia, para calon Presiden berlomba-lomba menjadi selebriti, agar popularitasnya meningkat, sementara masyarakat tak pernah tahu apa gagasan-gagasan cemerlangnya untuk mengemudikan negara ini ke depan. Banyak calon yang tiba-tiba saja muncul, sementara kerja-kerja sosial, budaya dan politiknya belum dirasakan oleh masyarakat secara riil.
Ketiga, Kualitas Pengawas Pemilu, yang benar-benar menjalankan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan Pemilu. Sehingga tercipta kondisi yang benar-benar jujur dan adil. Oleh karena itu, fungsi tersebut tidak saja merupakan tugas para Panwas Pemilu di berbagai tingkatan sampai ke Kecamatan, atau para pemantau pemilu, akan tetapi juga melekat sebagai tanggungjawab bersama anak bangsa dalam menekan berbagai kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.
Keempat, Kualitas Partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pemilu mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hasil-hasil Pemilu nantinya. Jika tingkat partisipasi masyarakat tinggi, maka legitimasi hasil pemilu akan tinggi. Tugas memberikan pemahaman bahwa Pemilu merupakan hak warga negara dalam menentukan keterwakilan demokratiknya, menentukan keberlangsungan tatanan negara ini di masa depan, bukan hanya tugas KPU saja. Namun juga merupakan tugas seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, peran ormas-ormas sosial kemasyaratan dan keagamaan (NU, Muhammadiyah dan lain-lain), Generasi Muda (KNPI, Karangtaruna dan lain-lain), Birokrasi sampai yang paling bawah, Partai Politik, dan tak luput para Calon Anggota Legislatif mempunyai tugas yang sama.
Senyampang, Pemilu 2014 sudah kian menghampiri, tentu masih banyak persoalan yang dihadapi bangsa ini ke depan. Sudah sepantasnya semua elemen masyarakat, tidak menonjolkan egoismenya masing-masing. Upaya-upaya untuk menyukseskan Pemilu 2014 perlu dibangun dan ditata. Dan biarlah nanti masyarakat yang menakar kualitas Pemilu 2014. Apakah akan menjadi lebih baik? Wallahu'alam bissawab!
*Hazwan Iskandar Jaya
Tidak ada komentar :
Posting Komentar